Kamis, 21 Juli 2011

Contoh Permohonan (SIPP)


Perihal : Permohonan Surat Izin Praktik Perawat (SIPP)
Kepada Yth,
Pejabat Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Manokwari
Dengan hormat,
Yang bertanda tangan dibawah ini,
  1. Nama Lengkap: Kasrim, AMd.Kep
  2. Alamat:Jl. Pelangi IV Griya Lobunta Lestari
  3. Tempat, tanggal lahir: Majalengka, 07 Agustus 1972
  4. Jenis kelamin: Laki-laki
  5. Tahun Lulusan: 2004
Dengan ini mengajukan permohonan untuk mendapatkan Surat Izin Praktik Perawat.
Sebagai bahan pertimbangan terlampir:
  1. Fotokopi STR yang masih berlaku dan dilegalisir;
  2. Surat keterangan sehat fisik dari dokter yang memiliki Surat Izin Praktik;
  3. Surat pernyataan memiliki tempat praktik;
  4. Pas foto berwarna terbaru ukuran 4 X 6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar; dan
  5. Rekomendasi dari organisasi profesi.
Demikian atas perhatian Bapak/Ibu kami ucapkan terima kasih.
Cirebon, Juli 2011
Pemohon
Kasrim, AMd. Kep

Buku Pegangan Sistem Reproduksi Pria

Buku Pegangan Sistem Reproduksi Pria

Buat semua mahasiswaku, siapa saja yang merasa mahasiswaku, silahkan download buku panduan mata kuliah Gangguan Sistem Reproduksi Pria.
dalam format pdf, klik
Disini
dalam format word, klik Disini

Asuhan Keperawatan Tonsilitis Kronik

Asuhan Keperawatan Tonsilitis Kronik


Tonsilitis
Pengertian
Tonsilitis adalah terdapatnya peradangan umum dan pembengkakan dari jaringan tonsil dengan pengumpulan lekosit, sel-sel epitel mati dan bakteri patogen dalam kripta (Adam Boeis, 1994: 330).


Tonsilektomi adalah suatu tindakan invasif yang dilakukan untuk mengambil tonsil dengan atau tanpa adenoid (Adam Boeis, 1994: 337).




Etiologi
  1. Streptokokus hemolitikus grup A.
  2. Pneumokokus.
  3. Stafylokokus.
  4. Haemofilus influezae.
Pathofisiologi
  1. Terjadinya peradangan pada daerah tonsila akibat virus.
  2. Mengakibatkan terjadinya pembentukan eksudat.
  3. Terjadi selulitis tonsila dan daerah sekitarnya.
  4. Pembentukan abses peritonsilar.
  5. Nekrosis jaringan.
Gejala-gejala
  1. Sakit tenggorokan dan disfagia.
  2. Penderita tidak mau makan atau minum.
  3. Malaise.
  4. Demam.
  5. Nafas bau.
  6. Otitis media merupakan salah satu faktor pencetusnya.

Penatalaksanaan
  1. Tirah baring.
  2. Pemberian cairan adekuat dan diet ringan.
  3. Pemberian obat-obat (analgesik dan antibiotik).
  4. Apabila tidak ada kemajuan maka alternatif tindakan yang dapat di lakukan adalah pembedahan.
Indikasi tindakan pembedahan
Indikasi absolut
  1. Timbulnya kor pulmonale akibat adanya obstruksi jalan nafas yang kronis.
  2. Hipertrofi tonsil atau adenoid dengan sindroma apnea pada waktu tidur.
  3. Hipertrofi yang berlebihan yang mengakibatkan disfagia dan penurunan berat badan sebagai penyertanya.
  4. Biopsi eksisi yang di curigai sebagai keganasan (limfoma).
  5. Abses peritonsilaris berulang atau abses yang meluas pada jaringan sekitarnya.
Indikasi relatif
Seluruh indikasi lain untuk tindakan tonsilektomi di anggap sebagai indikasi relatif.
Indikasi lain yang paling dapat di terima adalah
  1. Serangan tonsilitis yang berulang.
  2. Hiperplasia tonsil dengan gangguan fungsional (disfagia).
  3. Hiperplasia dan obstruksi yang menetap selama 6 bulan.
  4. Tidak memberikan respons terhadap penatalaksanaan dan terapi.
Kontraindikasi
  1. Demam yang tidak di ketahui penyebabnya.
  2. Asma.
  3. Infeksi sistemik atau kronis.
  4. Sinusitis.
Persiapan operasi yang mungkin di lakukan
Pemeriksaan laboratorium (Hb, lekosit, waktu perdarahan).Berikan penjelasan kepada klien tindakan dan perawatan setelah operasi.Puasa 6-8 jam sebelum operasi.Berikan antibiotik sebagai propilaksis.Berikan premedikasi ½ jam sebelum operasi.
Pengkajian
  1. Riwayat kesehatan yang bergubungan dengan faktor pendukung terjadinya tonsilitis serta bio-psiko-sosio-spiritual.
  2. Peredaran darah : Palpitasi, sakit kepala pada saat melakukan perubahan posisi, penurunan tekanan darah, bradikardi, tubuh teraba dingin, ekstrimitas tampak pucat.
  3. Eliminasi : Perubahan pola eliminasi (inkontinensia uri/alvi), distensi abdomen, menghilangnya bising usus.
  4. Aktivitas/istirahat : Terdapat penurunan aktivitas karena kelemahan tubuh, kehilangan sensasi atau parese/plegia, mudah lelah, sulit dalam beristirahat karena kejang otot atau spasme dan nyeri. Menurunnya tingkat kesadaran, menurunnya kekuatan otot, kelemahan tubuh secara umum.
  5. Nutrisi dan cairan : Anoreksia, mual muntah akibat peningkatan TIK (tekanan intra kranial), gangguan menelan, dan kehilangan sensasi pada lidah.
  6. Persarafan : Pusing/syncope, nyeri kepala, menurunnya luas lapang pandang/pandangan kabur, menurunnya sensasi raba terutama pada daerah muka dan ekstrimitas. Status mental koma, kelmahan pada ekstrimitas, paralise otot wajah, afasia, pupil dilatasi, penurunan pendengaran.
  7. Kenyamanan : Ekspresi wajah yang tegang, nyeri kepala, gelisah.
  8. Pernafasan : Nafas yang memendek, ketidakmampuan dalam bernafas, apnea, timbulnya periode apnea dalam pola nafas.
  9. Keamanan Fluktuasi dari suhu dalam ruangan.
  10. Psikologis : Denial, tidak percaya, kesedihan yang mendalam, takut, cemas.
Masalah dan rencana tindakan keperawatan
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kerusakan jaringan atau trauma pada pusat pernafasan.
Tujuan:
Pasien menunjukkan kemampuan dalam melakukan pernafasan secara adekuat dengan memperlihatkan hasil blood gas yang stabil dan baik serta hilangnya tanda-tanda distress pernafasan.
Rencana tindakan:
  1. Bebaskan jalan nafas secara paten (pertahankan posisi kepala dalam keadaan sejajar dengan tulang belakang/sesuai indikasi).
  2. Lakukan suction jika di perlukan.
  3. Kaji fungsi sistem pernafasan.
  4. Kaji kemampuan pasien dalam melakukan batuk/usaha mengeluarkan sekret.
  5. Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
  6. Observasi tanda-tanda adanya ditress pernafasan (kulit menjadi pucat/cyanosis).Kolaborasi dengan terapist dalam pemberian fisoterapi.
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan neuromuskuler pada ekstrimitas.
Tujuan:
Pasien menunjukan adanya peningkatan kemampuan dalam melakukan aktivitas fisik.
Rencana tindakan:
  1. Kaji kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas.
  2. Ajarkan pada pasien tentang rentang gerak yang masih dapat di lakukan.
  3. Lakukan latihan secara aktif dan pasif pada akstrimitas untuk mencegah kekakuan otot dan atrofi.
  4. Anjurkan pasien untuk mengambil posisi yang lurus.
  5. Bantu pasien secara bertahap dalam melakukan ROM sesuai kemampuan.
  6. Kolaborasi dalam pemberian antispamodic atau relaxant jika di perlukan.Observasi kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas.
Penurunan perfusi jaringan otak berhubungan dengan edema cerebri, perdarahan pada otak.
Tujuan:
Pasien menunjukan adanya peningkatan kesadaran, kognitif dan fungsi sensori.
Rencana tindakan:
  1. Kaji status neurologis dan catat perubahannya.
  2. Berikan pasien posisi terlentang.
  3. Kolaborasi dalam pemberian O2.
  4. Observasi tingkat kesadaran, tanda vital.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya trauma secara fisik.
Tujuan:
Pasien mengungkapkan nyeri sudah berkurang dan menunjukkan suatu keadaan yang relaks dan tenang.
Rencana tindakan:
  1. Kaji tingkat atau derajat nyeri yang di rasakan oleh pasien dengan menggunakan skala.
  2. Bantu pasien dalam mencarai faktor presipitasi dari nyeri yang di rasakan.
  3. Ciptakan lingkungan yang tenang.
  4. Ajarkan dan demontrasikan ke pasien tentang beberapa cara dalam melakukan tehnik relaksasi.Kolaborasi dalam pemberian sesuai indikasi.
Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari kerusakan pada area bicara pada himisfer otak.
Tujuan:
Pasien mampu melakukan komunikasi untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dan menunjukan peningkatan kemampuan dalam melakukan komunikasi.
Rencana tindakan:
  1. Lakukan komunkasi dengan pasien (sering tetapi pendek serta mudah di pahami).
  2. Ciptakan suatu suasana penerimaan terhadap perubahan yang dialami pasien.
  3. Ajarkan pada pasien untuk memperbaiki tehnik berkomunikasi.
  4. Pergunakan tehnik komunikasi non verbal.
  5. Kolaborasi dalam pelaksanaan terapi wicara.Observasi kemampuan pasien dalam melakukan komunikasi baik verbal maupun non verbal.
Perubahan konsep diri berhubungan dengan perubahan persepsi.
Tujuan:
Pasien menunjukan peningkatan kemampuan dalam menerima keadaan nya.
Rencana tindakan:
  1. Kaji pasien terhadap derajat perubahan konsep diri.
  2. Dampingi dan dengarkan keluhan pasien.
  3. Beri dukungan terhadap tindakan yang bersifat positif.
  4. Kaji kemampuan pasien dalam beristirahat (tidur).
  5. Observasi kemampuan pasien dalam menerima keadaanya.
Perubahan pola eliminasi defekasi dan uri berhubungan dengan an inervasi pada bladder dan rectum.
Tujuan:
Pasien menunjukkan kemampuan dalam melakukan eliminasi (defekasi/uri) secara normal sesuai dengan kebiasaan pasien.
Rencana tindakan:
  1. Kaji pola eliminasi pasien sebelum dan saat di lakukan pengkajian.
  2. Auskultasi bising usus dan distensi abdomen.
  3. Pertahankan porsi minum 2-3 liter perhari (sesuai indikasi).
  4. Kaji/palpasi distensi dari bladder.
  5. Lakukan bladder training sesuai indikasi.
  6. Bantu/lakukan pengeluaran feces secara manual.
  7. Kolaborasi dalam(pemberian gliserin, pemasangan dower katheter dan pemberian obat sesuai indikasi).
Resiko terjadinya kerusakan integritas kulit berhubungan dengan sirkulasi perifer yang tidak adekuat, adanya edema, imobilisasi.
Tujuan:
Tidak terjadi kerusakan integritas kulit (dikubitus).
Rencana tindakan:
  1. Kaji keadaan kulit dan lokasi yang biasanya terjadi luka atau lecet.
  2. Anjurkan pada keluarga agar menjaga keadan kulit tetap kering dan bersih.
  3. Ganti posisi tiap 2 jam sekali.
  4. Rapikan alas tidur agar tidak terlipat.
Resiko terjadinya ketidakpatuhan terhadap penatalaksanaan yang berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan:
Pasien menunjukan kemauan untuk melakukan kegiatan penatalaksanaan.
Rencana tindakan:
  1. Identifikasi faktor yang dapat menimbulkan ketidak patuhan terhadap penatalaksanaan.
  2. Diskusikan dengan pasien cara-cara untuk mengatasi faktor penghambat tersebut.
  3. Jelaskan pada pasien akibat dari ketidak patuhan terhadap penatalaksanaan.
  4. Libatkan keluarga dalam penyuluhan.
  5. Anjurkan pada pasien untuk melakukan kontrol secara teratur.
Source:
  • Boeis, Adam, 1994, Buku Ajar Penyakit THT, Jakarta: EGC.
  • Junadi, Purnawan, 1982, Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
  • Price, Sylvia Anderson, 1985, Pathofisiologi Konsep klinik proses-proses penyakit, Jakarta: EGC.

Asuhan Keperawatan Katarak

Asuhan Keperawatan Katarak

Pengertian
Katarak merupakan keadaan dimana terjadi kekeruhan pada serabut atau bahan lensa di dalam kapsul mata. Katarak adalah suatu keadaan patologik lensa dimana lensa menjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa, atau denaturasi protein lensa.
Kekeruhan ini terjadi akibat gangguan metabolisme normal lensa yang dapat timbul pada berbagai usia tertentu. Katarak dapat terjadi pada saat perkembangan serat lensa masih berlangsung atau sesudah serat lensa berhenti dalam perkembangannya dan telah memulai proses degenerasi.
Katarak dapat diklasifikasikan dalam golongan berikut:
  1. Katarak perkembangan (developmental) dan degeneratif,
  2. Katarak congenital, juvenil, dan senile
  3. Katarak komplikata
  4. Katarak traumatic
Penyebab terjadinya kekeruhan lensa ini dapat:
  1. Primer, berdasarkan gangguan perkembangan dan metabolisme dasar
  2. Sekunder, akibat tindakan Pembedahan lensa
  3. Komplikasi penyakit lokal ataupun umum
Berdasarkan usia pasien, katarak dapat dibagi dalam:
  1. Katarak congenital, katarak yang terlihat pada usia dibawah 1 tahun
  2. Katarak juvenil, katarak yang terlihat pada usia di atas 1 tahun dan di bawah 40 tahun
  3. Katarak presenil, yaitu katarak sesudah usia 30-40 tahun
  4. Katarak senile, yaitu katarak yang mulai terjadi pada usia lebih dari 40 tahun
Etiologi
Penyebab utama katarak adalah proses penuaan. Anak dapat menderita katarak yang biasanya merupakan penyakit yang diturunkan, peradangan di dalam kehamilan, keadaan ini disebut sebagai katarak congenital.



Faktor lain dapat mempengaruhi kecepatan berkembangnya kekeruhan lensa seperti DM, dan obat tertentu, sinar ultraviolet B dari cahaya matahari, efek racun dari rokok, dan alkoho, gizi kurang vitamin E, dan radang menahan di dalam bola mata. Obat yang dipergunakan untuk penyakit tertentu dapat mempercepat timbulnya katarak seperti betametason, klorokuin, klorpromazin, kortizon, ergotamin, indometasin, medrison, pilokarpin dan beberapa obat lainnya.
Penyakit infeksi tertentu dan penyakit seperti DM, dapat mengakibatkan timbulnya kekeruhan lensa yang akan menimbulkan katarak komplikata.
Cedera mata dapat mengenai semua umur seperti pukulan keras, tusukan benda, terpotong, panas yang tinggi, bahan Kimia, dapat merusak lensa mata dan keadaan ini di sebut sebagai katarak traumatic.
Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleuas, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambah usia, nucleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior nucleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna namapak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan Kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi, perubahan pada serabut halus multiple (zunula) yang memanjang daari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa Misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Perubahan Kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi. Sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia darn tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun mempunyai kecepatan yang berbeda. Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistematis, seperti DM, namun sebenarnya merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak berkembang secara kronik dan matang ketika orang memasuki decade ke tujuh. Katarak dapat bersifat congenital dan harus diidentifikasi awal, karena bila tidak didiagnosa dapat menyebabkan ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang paling sering yang berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obat-obatan, alcohol, merokok, DM, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu lama.
Manifestasi klinis dan diagnosis
Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif. Biasanya pasien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau dan gangguan fungsional sampai derajat tertentu yang diakibatkan karena kehilangan penglihatan tadi. Temuan objektif biasanya meliputi pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak pada oftalmoskop.
Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan kabur atau redup, menyilaukan yang menjengkelkan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di mlam hari. Pupil yang normalnya hitam akan tampak kekuningan abu-abu atau putih. Katarak biasanya terjadi bertahap selama bertahun-tahun dan ketika katarak sudah sangat memburuk lensa koreksi yang lebih kuat pun tak akan mampu memperbaiki penglihatan. Bisa melihat dekat pada pasien rabun dekat (hipermetropia), dan juga penglihatan perlahan-lahan berkurang dan tanpa rasa sakit.
Orang dengan katarak secara khas selalu mengembangkan strategi untuk menghindari silau yang menjengkelkan yang disebabkan oleh cahaya yang salah arah. Misalnya ada yang mengatur ulang perabot rumahnya sehingga sinar tidak akan langsung menyinari mata mereka. Ada yang mengenakan topi berkelapak lebar atau kacamata hitam dan menurunkan pelindung cahaya saat mengendarai mobil pada siang hari.
Seorang dokter mata akan memeriksa mata dengan berbagai alat untuk menentukan tipe, besar dan letaknya kekeruhan pada bagian lensa. Bagian dalam dari mata diperiksa dengan alat oftalmoskop, untuk menentukan apakah ada kelainan lain di mata yang mungkin juga merupakan penyebab berkurangnya pengliahatan.
Bila diketahui adanya gejala di atas sebaiknya segera diminta pendapat seorang dokter mata. Secara umum seseorang yang telah berusia 40 tahun sebaiknya mendapatkan pemeriksaan mata setiap 1 tahun.

Diagnosa keperawatan 
Ketakutan atau ansietas berhubungan dengankurangnya pengetahuan
NoIntervensiRasional
1Kaji derajat dan durasi gangguan visual. Dorong percakapan untuk mengetahui keprihatinan pasien, perasaan, dan tingkat pemahamanInformasi dapat menghilangkan ketakutan yang tidak diketahui. Mekanisme koping dapat membantu pasien berkompromi dengan kegusaran, ketakutan, depresi, tegang, keputusasaan, kemarahan, dan penolakan
2Orientasikan pasien pada lingkungan yang baruPengenalan terhadap lingkungan membantu mengurangi ansietas dan meningkatkan keamanan
3Menjelaskan rutinitas perioperatifPasien yang telah banyak mendapat informasi lebih mudah menerima penanganan dan mematuhi instruksi
4Menjelaskan intervensi sedetil-detilnyaPasien yang mengalami gangguan visual bergantung pada masukan indera yang lain untik mendapatkan informasi
5Dorong untuk menjalankan kebiasaan hidup sehari-hari bila mampuPerawatan diri dan kemandirian akan meningkatkan rasa sehat
6Dorong partisipasi keluarga atau orang yang berarti dalam perawatan pasienPasien mungkin tak mampu melakukan semua tugas sehubungan dengan penanganan dari perawatan diri
7Dorong partisipasi dalam aktivitas sosial dan pengalihan bila memungkinkan (pengunjung, radio, rekaman audio, TV, kerajinan tangan, permainan)Isolasi sosial dan waktu luang yang terlalu lama dapat menimbulkan perasaan negatif


Resiko terhadap cedera berhubungan dengan pandangan kabur
NoIntervensiRasional
1Bantu pasien ketika mampu melakukan ambulasi pascaoperasi sampai stabil dan mencapai penglihatan dan keterampilan koping yang memadai, menggunakan teknik bimbingan penglihatanMenurunkan resiko jatuh atau cedera ketika langkah sempoyongan atau tidak mempunyai keterampilan koping untuk kerusakan penglihatan
2Bantu pasien menata lingkunganMemanfasilitasi kemandirian dan menurunkan resiko cedera
3Orientasikan pasien pada ruanganMeningkatkan keamanan mobilitas dalam lingkungan
4Bahas perlunya penggunaan perisai metal atau kaca mata bila diperintahkanTameng logam atau kaca mata melindungi mata terhadap cedera
5Jangan memberikan tekanan pada mata yang terkena traumaTekanan pada mata dapat menyebabkan kerusakan serius lebih lanjut
6Gunakan prosedur yang memadai ketika memberikan obat mataCedera dapat terjadi bila wadah obat menyentuh mata
 


Nyeri berhubungan dengan insisi dan peningkatan TIO

NoIntervensiRasional
1Berikan obat untuk mengontrol nyeri dan TIO sesuai resepSesuai resep akan mengurangi nyeri dan TIO dan meningkatkan rasa nyaman
2Berikan kompres dingin sesuai permintaan untuk trauma tumpulMengurangi edema akan mengurangi nyeri
3Kurangi tingkat pencayahaanTingkat pencahayaan yang lebih rendah lebih nyakan setelah Pembedahan
4Dorong penggunaan kaca mata hitam pada cahaya kuatCahaya yang kuat menyebabkan rasa tak nyaman setelah penggunaan tetes mata dilator

Resiko kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan penglihatan

NoIntervensiRasional
1Beri instruksi kepada pasien atau orang terdekat mengenal tanda atau gejala komplikasi yang harus dilaporkan segera kepada dokterPenemuan dan penanganan awal komplikasi dapat mengurangi resiko kerusakan lebih lanjut
2Berikan instruksi lisan dan tertulis untuk pasien dan orang yang berati mengenal teknik yang benar memberikan obatPemakaian teknik yang benar akan mengurangi resiko infeksi dan cedera mata
3Evaluasi perlunya bantuan setelah pemulanganSumber daya harus tersedia untuk layanan kesehatan, pendampingan dan teman di rumah
4Ajari pasien dan keluarga teknik panduan penglihatanMemungkinkan tindakan yang aman dalam lingkungan

Resiko infeksi berhubungan trauma insisi

NoIntervensiRasional
1Jaga teknik aseptic ketat, lakukan cuci tangan sesering mungkinAkan meminimalkan infeksi
2Awasi dan laporkan segera adanya tanda dan gejala komplikasi, misalnya: perdarahan, peningkatan TIO atau infeksiPenemuan awal komplikasi dapat mengurangi resiko kehilangan penglihatan permanen
3Jelaskan posisi yang dianjurkanPeninggian kepala dan menghindari berbaring pada sisi yang di operasi dapat mengurangi edema
4Instruksikan pasien mengenal pembatasan aktivitas tirah baring, dengan keleluasaan ke kamar mandi, peningkatan aktivitas bertahap sesuai toleransiPembatasan aktivitas diresepkan untuk mempercepat penyembuhan dan menghindari kerusakan lebih lanjut pada mata yang cedera
5Jelaskan tindakan yang harus dihindari, seperti yang diresepkan batuk, bersin, muntah (minta obat untuk itu)Dapat mengakibatkan komplikasi seperti prolaps vitreus atau dehisensi luka akibat peningkatan tegangan luka pada jahitan yang sangat halus 
6Berikan obat sesuai resep, sesuai teknik yang diresepkanObat yang diberikan dengan cara yang tidak sesuai dengan resep dapat mengganggu penyembuhan atau menyebabkan komplikasi

Source: 
  • Christine Brooker, Buku saku Keperawatan, Edisi 31, 2001, EGC, Jakarta.
  • Doenges E. Marlynn, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.
  • Luckman and Surensen’s, Medical Surgical Nursing, Pshychologic Approach 4th Editor, 1993 Philadelphia : WB. Sanders Company.
  • Lynda Juall Carpenito, diagnosa Keperawatan, Aplikasi Pada Praktik Klinis, 1998, EGC, Jakarta. Robbins, Cotran and Kumar, Dasar Patologi Penyakit, Edisi 5, 1999, EGC, Jakarta.

Permenkes Perawat dan Bidan

Permenkes No.HK.02.02/148/I/2010 ini mengatur Tentang Izin Dan Penyelenggaraan Praktik Perawat pada fasilitas kesehatan diluar praktik mandiri dan/atau praktik mandiri. Terdapat juga contoh formulir Permohonan Surat Izin Praktik Perawat (SIPP) dan contoh Surat Izin Praktik Perawat (SIPP).
Dengan adanya Permenkes ini, baik perawat maupun masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan terlindungi dari segi hukum. Pada Permenkes ini, disebutkan bahwa perawat yang menjalankan praktik mandiri, harus memiliki SIPP. Sementara untuk mengurus SIPP, perawat tersebut harus melampirkan STR (Surat Tanda Registrasi) yang dapat diperoleh setelah melalui Uji Kompetensi.
Namun satu hal yang dirasa masih kurang dalam Permenkes ini adalah tidak adanya penjelasan/lampiran persyaratan praktik mandiri meliputi tempat dan peralatan yang diwajibkan.
Berbeda dengan Permenkes tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan (Permenkes No.HK.02.02/Menkes/149/I/2010) yang sudah menjelaskan secara lengkap.

Mars PPNI :http://www.4shared.com/audio/OPReaL_j/Mars_PPNI.html

UNDANG?UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2009 TENTANG RUMAH SAKIT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 44 TAHUN 2009
TENTANG
RUMAH SAKIT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a. bahwa pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang harus diwujudkan dengan upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya;
b. bahwa Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya;
c. bahwa dalam rangka peningkatan mutu dan jangkauan pelayanan Rumah Sakit serta pengaturan hak dan kewajiban masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan, perlu mengatur Rumah Sakit dengan Undang-Undang;
d. bahwa pengaturan mengenai rumah sakit belum cukup memadai untuk dijadikan landasan hukum dalam penyelenggaraan rumah sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d serta untuk memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dan Rumah Sakit, perlu membentuk Undang-Undang tentang Rumah Sakit;
Mengingat:
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG RUMAH SAKIT.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
2.Gawat Darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut.
3.Pelayanan Kesehatan Paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
4.Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan, baik secara langsung maupun tidak langsung di Rumah Sakit.
5.Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
6.Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
7.Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Rumah Sakit diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial.
Pasal 3
Pengaturan penyelenggaraan Rumah Sakit bertujuan:
a.mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan;
b.memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit;
c.meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit; dan
d.memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya manusia rumah sakit, dan Rumah Sakit.
BAB III
TUGAS DAN FUNGSI
Pasal 4
Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna.
Pasal 5
Untuk menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Rumah Sakit mempunyai fungsi :
a.penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit;
b.pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis;
c.penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan; dan
d.penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan;
BAB IV
TANGGUNG JAWAB
PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH
Pasal 6
(1)Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab untuk :
a.menyediakan Rumah Sakit berdasarkan kebutuhan masyarakat;
b.menjamin pembiayaan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit bagi fakir miskin, atau orang tidak mampu sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
c.membina dan mengawasi penyelenggaraan Rumah Sakit;
d.memberikan perlindungan kepada Rumah Sakit agar dapat memberikan pelayanan kesehatan secara profesional dan bertanggung jawab;
e.memberikan perlindungan kepada masyarakat pengguna jasa pelayanan Rumah Sakit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
f.menggerakkan peran serta masyarakat dalam pendirian Rumah Sakit sesuai dengan jenis pelayanan yang dibutuhkan masyarakat;
g.menyediakan informasi kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat;
h.menjamin pembiayaan pelayanan kegawatdaruratan di Rumah Sakit akibat bencana dan kejadian luar biasa;
i.menyediakan sumber daya manusia yang dibutuhkan; dan
j.mengatur pendistribusian dan penyebaran alat kesehatan berteknologi tinggi dan bernilai tinggi.
(2)Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
BAB V
PERSYARATAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 7
(1)Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya manusia, kefarmasian, dan peralatan.
(2)Rumah Sakit dapat didirikan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau swasta.
(3)Rumah Sakit yang didirikan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus berbentuk Unit Pelaksana Teknis dari Instansi yang bertugas di bidang kesehatan, Instansi tertentu, atau Lembaga Teknis Daerah dengan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4)Rumah Sakit yang didirikan oleh swasta sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) harus berbentuk badan hukum yang kegiatan usahanya hanya bergerak di bidang perumahsakitan.
Bagian Kedua
Lokasi
Pasal 8
(1)Persyaratan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) harus memenuhi ketentuan mengenai kesehatan, keselamatan lingkungan, dan tata ruang, serta sesuai dengan hasil kajian kebutuhan dan kelayakan penyelenggaraan Rumah Sakit.
(2)Ketentuan mengenai kesehatan dan keselamatan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyangkut Upaya Pemantauan Lingkungan, Upaya Pengelolaan Lingkungan dan/atau dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3)Ketentuan mengenai tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan dan/atau Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan.
(4)Hasil kajian kebutuhan penyelenggaraan Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan pada studi kelayakan dengan menggunakan prinsip pemerataan pelayanan, efisiensi dan efektivitas, serta demografi.
Bagian Ketiga
Bangunan
Pasal 9
Persyaratan bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) harus memenuhi :
a.persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung pada umumnya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
b.persyaratan teknis bangunan Rumah Sakit, sesuai dengan fungsi, kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian pelayanan serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak, dan orang usia lanjut.
Pasal 10
(1)Bangunan Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 harus dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan yang paripurna, pendidikan dan pelatihan, serta penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan.
(2)Bangunan rumah sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas ruang:
a.rawat jalan;
b.ruang rawat inap;
c.ruang gawat darurat;
d.ruang operasi;
e.ruang tenaga kesehatan;
f.ruang radiologi;
g.ruang laboratorium;
h.ruang sterilisasi;
i.ruang farmasi;
j.ruang pendidikan dan latihan;
k.ruang kantor dan administrasi;
l.ruang ibadah, ruang tunggu;
m.ruang penyuluhan kesehatan masyarakat rumah sakit;
n.ruang menyusui;
o.ruang mekanik;
p.ruang dapur;
q.laundry;
r.kamar jenazah;
s.taman;
t.pengolahan sampah; dan
u.pelataran parkir yang mencukupi.
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis bangunan Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Keempat
Prasarana
Pasal 11
(1)Prasarana Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dapat meliputi:
a.instalasi air;
b.instalasi mekanikal dan elektrikal;
c.instalasi gas medik;
d.instalasi uap;
e.instalasi pengelolaan limbah;
f.pencegahan dan penanggulangan kebakaran;
g.petunjuk, standar dan sarana evakuasi saat terjadi keadaan darurat;
h.instalasi tata udara;
i.sistem informasi dan komunikasi; dan
j.ambulan.
(2)Prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi standar pelayanan, keamanan, serta keselamatan dan kesehatan kerja penyelenggaraan Rumah Sakit
(3)Prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dalam keadaan terpelihara dan berfungsi dengan baik.
(4)Pengoperasian dan pemeliharaan prasarana Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan oleh petugas yang mempunyai kompetensi di bidangnya.
(5)Pengoperasian dan pemeliharaan prasarana Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didokumentasi dan dievaluasi secara berkala dan berkesinambungan.
(6)Ketentuan lebih lanjut mengenai prasarana Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Kelima
Sumber Daya Manusia
Pasal 12
(1)Persyaratan sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) yaitu Rumah Sakit harus memiliki tenaga tetap yang meliputi tenaga medis dan penunjang medis, tenaga keperawatan, tenaga kefarmasian, tenaga manajemen Rumah Sakit, dan tenaga nonkesehatan.
(2)Jumlah dan jenis sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sesuai dengan jenis dan klasifikasi Rumah Sakit.
(3)Rumah Sakit harus memiliki data ketenagaan yang melakukan praktik atau pekerjaan dalam penyelenggaraan Rumah Sakit.
(4)Rumah Sakit dapat mempekerjakan tenaga tidak tetap dan konsultan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan.
Pasal 13
(1)Tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran di Rumah Sakit wajib memiliki Surat Izin Praktik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)Tenaga kesehatan tertentu yang bekerja di Rumah Sakit wajib memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan Rumah Sakit, standar prosedur operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien dan mengutamakan keselamatan pasien.
(4)Ketentuan mengenai tenaga medis dan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 14
(1)Rumah Sakit dapat mempekerjakan tenaga kesehatan asing sesuai dengan kebutuhan pelayanan.
(2)Pendayagunaan tenaga kesehatan asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan dengan mempertimbangkan kepentingan alih teknologi dan ilmu pengetahuan serta ketersediaan tenaga kesehatan setempat.
(3)Pendayagunaan tenaga kesehatan asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan bagi tenaga kesehatan asing yang telah memiliki Surat Tanda Registrasi dan Surat Ijin Praktik
(4)Ketentuan lebih lanjut mengenai pendayagunaan tenaga kesehatan asing pada ayat (1) ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keenam
Kefarmasian
Pasal 15
(1)Persyaratan kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) harus menjamin ketersediaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang bermutu, bermanfaat, aman dan terjangkau.
(2)Pelayanan sediaan farmasi di Rumah Sakit harus mengikuti standar pelayanan kefarmasian.
(3)Pengelolaan alat kesehatan, sediaan farmasi, dan bahan habis pakai di Rumah Sakit harus dilakukan oleh Instalasi farmasi sistem satu pintu.
(4)Besaran harga perbekalan farmasi pada instalasi farmasi Rumah Sakit harus wajar dan berpatokan kepada harga patokan yang ditetapkan Pemerintah.
(5)Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Ketujuh
Peralatan
Pasal 16
(1)Persyaratan peralatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) meliputi peralatan medis dan nonmedis harus memenuhi standar pelayanan, persyaratan mutu, keamanan, keselamatan dan laik pakai.
(2)Peralatan medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diuji dan dikalibrasi secara berkala oleh Balai Pengujian Fasilitas Kesehatan dan/atau institusi pengujian fasilitas kesehatan yang berwenang.
(3)Peralatan yang menggunakan sinar pengion harus memenuhi ketentuan dan harus diawasi oleh lembaga yang berwenang.
(4)Penggunaan peralatan medis dan nonmedis di Rumah Sakit harus dilakukan sesuai dengan indikasi medis pasien.
(5)Pengoperasian dan pemeliharaan peralatan Rumah Sakit harus dilakukan oleh petugas yang mempunyai kompetensi di bidangnya.
(6)Pemeliharaan peralatan harus didokumentasi dan dievaluasi secara berkala dan berkesinambungan
(7)Ketentuan mengenai pengujian dan/atau kalibrasi peralatan medis, standar yang berkaitan dengan keamanan, mutu, dan manfaat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(8)
Pasal 17
Rumah Sakit yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 16 tidak diberikan izin mendirikan, dicabut atau tidak diperpanjang izin operasional Rumah Sakit..
BAB VI
JENIS DAN KLASIFIKASI
Bagian Kesatu
Jenis
Pasal 18
Rumah Sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan pengelolaannya.
Pasal 19
(1)Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, Rumah Sakit dikategorikan dalam Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus.
(2)Rumah Sakit Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit.
(3)Rumah Sakit Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya.
Pasal 20
(1)Berdasarkan pengelolaannya Rumah Sakit dapat dibagi menjadi Rumah Sakit publik dan Rumah Sakit privat.
(2)Rumah Sakit publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba.
(3)Rumah Sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4)Rumah Sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dialihkan menjadi Rumah Sakit privat.
Pasal 21
Rumah Sakit privat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero.
Pasal 22
(1)Rumah Sakit dapat ditetapkan menjadi Rumah Sakit pendidikan setelah memenuhi persyaratan dan standar rumah sakit pendidikan.
(2)Rumah Sakit pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan Menteri yang membidangi urusan pendidikan.
Pasal 23
(1)Rumah Sakit pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 merupakan Rumah Sakit yang menyelenggarakan pendidikan dan penelitian secara terpadu dalam bidang pendidikan profesi kedokteran, pendidikan kedokteran berkelanjutan, dan pendidikan tenaga kesehatan lainnya.
(2)Dalam penyelenggaraan Rumah Sakit Pendidikan dapat dibentuk Jejaring Rumah Sakit Pendidikan.
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai Rumah Sakit pendidikan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua Klasifikasi
Pasal 24
(1)Dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara berjenjang dan fungsi rujukan, rumah sakit umum dan rumah sakit khusus diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan Rumah Sakit.
(2)Klasifikasi Rumah Sakit umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas :
a.Rumah Sakit umum kelas A;
b.Rumah Sakit umum kelas B
c.Rumah Sakit umum kelas C;
d.Rumah Sakit umum kelas D.
(3)Klasifikasi Rumah Sakit khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas :
a.Rumah Sakit khusus kelas A;
b.Rumah Sakit khusus kelas B;
c.Rumah Sakit khusus kelas C.
(4)Ketentuan lebih lanjut mengenai klasifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB VII
PERIZINAN
Pasal 25
(1)Setiap penyelenggara Rumah Sakit wajib memiliki izin.
(2)Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari izin mendirikan dan izin operasional.
(3)Izin mendirikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan untuk jangka waktu 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang untuk 1 (satu) tahun.
(4)Izin operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang kembali selama memenuhi persyaratan.
(5)Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan setelah memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Pasal 26
(1)Izin Rumah Sakit kelas A dan Rumah Sakit penanaman modal asing atau penanaman modal dalam negeri diberikan oleh Menteri setelah mendapatkan rekomendasi dari pejabat yang berwenang di bidang kesehatan pada Pemerintah Daerah Provinsi.
(2)Izin Rumah Sakit penanaman modal asing atau penanaman modal dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah mendapat rekomendasi dari instansi yang melaksanakan urusan penanaman modal asing atau penanaman modal dalam negeri.
(3)Izin Rumah Sakit kelas B diberikan oleh Pemerintah Daerah Provinsi setelah mendapatkan rekomendasi dari pejabat yang berwenang di bidang kesehatan pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
(4)Izin Rumah Sakit kelas C dan kelas D diberikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota setelah mendapat rekomendasi dari pejabat yang berwenang di bidang kesehatan pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
Pasal 27
Izin Rumah Sakit dapat dicabut jika:
a.habis masa berlakunya;
b.tidak lagi memenuhi persyaratan dan standar;
c.terbukti melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan; dan/atau
d.atas perintah pengadilan dalam rangka penegakan hukum.
Pasal 28
Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB VIII
KEWAJIBAN DAN HAK
Bagian Kesatu
Kewajiban
Pasal 29
(1)Setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban :
a.memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah Sakit kepada masyarakat;
memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit;
b.memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan pelayanannya;
c.berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana, sesuai dengan kemampuan pelayanannya;
d.menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau miskin;
e.melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan;
f.membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit sebagai acuan dalam melayani pasien;
g.menyelenggarakan rekam medis;
h.menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak antara lain sarana ibadah, parkir, ruang tunggu, sarana untuk orang cacat, wanita menyusui, anak-anak, lanjut usia;
i.melaksanakan sistem rujukan;
j.menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan etika serta peraturan perundang-undangan;
k.memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak dan kewajiban pasien;
l.menghormati dan melindungi hak-hak pasien;
m.melaksanakan etika Rumah Sakit;
n.memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana;
o.melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan baik secara regional maupun nasional;
p.membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran atau kedokteran gigi dan tenaga kesehatan lainnya;
q.menyusun dan melaksanakan peraturan internal Rumah Sakit (hospital by laws);
r.melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua petugas Rumah Sakit dalam melaksanakan tugas; dan
s.memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawasan tanpa rokok.
(2)Pelanggaran atas kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi admisnistratif berupa:
a.teguran;
b.teguran tertulis; atau
c.denda dan pencabutan izin Rumah Sakit.
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Kedua
Hak Rumah Sakit
Pasal 30
(1) Setiap Rumah Sakit mempunyai hak:
a.menentukan jumlah, jenis, dan kualifikasi sumber daya manusia sesuai dengan klasifikasi Rumah Sakit;
b.menerima imbalan jasa pelayanan serta menentukan remunerasi, insentif, dan penghargaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c.melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka mengembangkan pelayanan;
d.menerima bantuan dari pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e.menggugat pihak yang mengakibatkan kerugian;
f.mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan pelayanan kesehatan;
g.mempromosikan layanan kesehatan yang ada di Rumah Sakit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
h.mendapatkan insentif pajak bagi Rumah Sakit publik dan Rumah Sakit yang ditetapkan sebagai Rumah Sakit pendidikan.
(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai promosi layanan kesehatan sebagaimana dmaksud pada ayat (1) huruf g diatur dengan Peraturan Menteri.
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai insentif pajak sebagaimana dmaksud pada ayat (1) huruf h diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
Kewajiban Pasien
Pasal 31
(1)Setiap pasien mempunyai kewajiban terhadap Rumah Sakit atas pelayanan yang diterimanya.
(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban pasien diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Keempat
Hak Pasien
Pasal 32
Setiap pasien mempunyai hak:
a.memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;
b.memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien;
c.memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi;
d.memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;
e.memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi;
f.mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan;
g.memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;
h.meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar Rumah Sakit;
i.mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya;
j.mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan;
k.memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya;
l.didampingi keluarganya dalam keadaan kritis;
m.menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya;
n.memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di Rumah Sakit;
o.mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah Sakit terhadap dirinya;
p.menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya;
q.menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana; dan
r.mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan standar pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB IX
PENYELENGGARAAN
Bagian Kesatu
Pengorganisasian
Pasal 33
(1)Setiap Rumah Sakit harus memiliki organisasi yang efektif, efisien, dan akuntabel.
(2)Organisasi Rumah Sakit paling sedikit terdiri atas Kepala Rumah Sakit atau Direktur Rumah Sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum dan keuangan.
Pasal 34
(1)Kepala Rumah Sakit harus seorang tenaga medis yang mempunyai kemampuan dan keahlian di bidang perumahsakitan.
(2)Tenaga struktural yang menduduki jabatan sebagai pimpinan harus berkewarganegaraan Indonesia.
(3)Pemilik Rumah Sakit tidak boleh merangkap menjadi kepala Rumah Sakit.
Pasal 35
Pedoman organisasi Rumah Sakit ditetapkan dengan Peraturan Presiden.
Bagian Kedua
Pengelolaan Klinik
Pasal 36
Setiap Rumah Sakit harus menyelenggarakan tata kelola Rumah Sakit dan tata kelola klinis yang baik.
Pasal 37
(1)Setiap tindakan kedokteran yang dilakukan di Rumah Sakit harus mendapat persetujuan pasien atau keluarganya.
(2)Ketentuan mengenai persetujuan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 38
(1)Setiap Rumah Sakit harus menyimpan rahasia kedokteran.
(2)Rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dibuka untuk kepentingan kesehatan pasien, untuk pemenuhan permintaan aparat penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, atas persetujuan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kedokteran diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 39
(1)Dalam penyelenggaraan Rumah Sakit harus dilakukan audit.
(2)Audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa audit kinerja dan audit medis.
(3)Audit kinerja dan audit medis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan secara internal dan eksternal.
(4)Audit kinerja eksternal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan oleh tenaga pengawas.
(5)Pelaksanaan audit medis berpedoman pada ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri.
Bagian Ketiga
Akreditasi
Pasal 40
(1)Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit wajib dilakukan akreditasi secara berkala menimal 3 (tiga) tahun sekali.
(2)Akreditasi Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suatu lembaga independen baik dari dalam maupun dari luar negeri berdasarkan standar akreditasi yang berlaku.
(3)Lembaga independen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.
(4)Ketentuan lebih lanjut mengenai akreditasi Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Keempat
Jejaring dan Sistem Rujukan
Pasal 41
(1)Pemerintah dan asosiasi Rumah Sakit membentuk jejaring dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan.
(2)Jejaring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi informasi, sarana prasarana, pelayanan, rujukan, penyediaan alat, dan pendidikan tenaga.
Pasal 42
(1)Sistem rujukan merupakan penyelenggaraan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal, maupun struktural dan fungsional terhadap kasus penyakit atau masalah penyakit atau permasalahan kesehatan.
(2)Setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban merujuk pasien yang memerlukan pelayanan di luar kemampuan pelayanan rumah sakit.
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem rujukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Kelima
Keselamatan Pasien
Pasal 43
(1)Rumah Sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien.
(2)Standar keselamatan pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui pelaporan insiden, menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah dalam rangka menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan.
(3)Rumah Sakit melaporkan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada komite yang membidangi keselamatan pasien yang ditetapkan oleh Menteri.
(4)Pelaporan insiden keselamatan pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat secara anonim dan ditujukan untuk mengkoreksi sistem dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien.
(5)Ketentuan lebih lanjut mengenai standar keselamatan pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Keenam
Perlindungan Hukum Rumah Sakit
Pasal 44
(1)Rumah Sakit dapat menolak mengungkapkan segala informasi kepada publik yang berkaitan dengan rahasia kedokteran.
(2)Pasien dan/atau keluarga yang menuntut Rumah Sakit dan menginformasikannya melalui media massa, dianggap telah melepaskan hak rahasia kedokterannya kepada umum.
(3) Penginformasian kepada media massa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memberikan kewenangan kepada Rumah Sakit untuk mengungkapkan rahasia kedokteran pasien sebagai hak jawab Rumah Sakit.
Pasal 45
(1)Rumah Sakit tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien dan/atau keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat berakibat kematian pasien setelah adanya penjelasan medis yang komprehensif.
(2)Rumah Sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam rangka menyelamatkan nyawa manusia.
Bagian Ketujuh
Tanggung jawab Hukum
Pasal 46
Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit.
Bagian Kedelapan
Bentuk
Pasal 47
(1)Rumah Sakit dapat berbentuk Rumah Sakit statis, Rumah Sakit bergerak, dan Rumah Sakit lapangan.
(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan Rumah Sakit bergerak dan Rumah Sakit lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB X
PEMBIAYAAN
Pasal 48
(1)Pembiayaan Rumah Sakit dapat bersumber dari penerimaan Rumah Sakit, anggaran Pemerintah, subsidi Pemerintah, anggaran Pemerintah Daerah, subsidi Pemerintah Daerah atau sumber lain yang tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai subsidi atau bantuan Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 49
(1)Menteri menetapkan pola tarif nasional.
(2)Pola tarif nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan komponen biaya satuan pembiayaan dan dengan memperhatikan kondisi regional.
(3)Gubernur menetapkan pagu tarif maksimal berdasarkan pola tarif nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berlaku untuk rumah sakit di Provinsi yang bersangkutan.
(4)Penetapan besaran tarif rumah sakit harus berdasarkan pola tarif nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pagu tarif maksimal sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Pasal 50
(1)Besaran tarif kelas III Rumah Sakit yang dikelola Pemerintah ditetapkan oleh Menteri.
(2)Besaran tarif kelas III Rumah Sakit yang dikelola Pemerintah Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
(3)Besaran tarif kelas III Rumah Sakit selain rumah sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Pimpinan Rumah Sakit dengan memperhatikan besaran tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pasal 51
Pendapatan Rumah Sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah digunakan seluruhnya secara langsung untuk biaya operasional Rumah Sakit dan tidak dapat dijadikan pendapatan negara atau Pemerintah Daerah.
BAB XI
PENCATATAN DAN PELAPORAN
Pasal 52
(1)Setiap Rumah Sakit wajib melakukan pencatatan dan pelaporan tentang semua kegiatan penyelenggaraan Rumah Sakit dalam bentuk Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit.
(2)Pencatatan dan pelaporan terhadap penyakit wabah atau penyakit tertentu lainnya yang dapat menimbulkan wabah, dan pasien penderita ketergantungan narkotika dan/atau psikotropika dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 53
(1)Rumah Sakit wajib menyelenggarakan penyimpanan terhadap pencatatan dan pelaporan yang dilakukan untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)Pemusnahan atau penghapusan terhadap berkas pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 54
(1)Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Rumah Sakit dengan melibatkan organisasi profesi, asosiasi perumahsakitan, dan organisasi kemasyaratan lainnya sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.
(2)Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk:
a.pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan yang terjangkau oleh masyarakat;
b.peningkatan mutu pelayanan kesehatan;
c.keselamatan pasien ;
d.pengembangan jangkauan pelayanan; dan
e.peningkatan kemampuan kemandirian Rumah Sakit.
(3)Dalam melaksanakan tugas pengawasan, Pemerintah dan Pemerintah Daerah mengangkat tenaga pengawas sesuai kompetensi dan keahliannya.
(4)Tenaga pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) melaksanakan pengawasan yang bersifat teknis medis dan teknis perumahsakitan.
(5)Dalam rangka pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat mengambil tindakan administratif berupa:
a.teguran;
b.teguran tertulis; dan/atau
c.denda dan pencabutan izin.
(6)Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 55
(1)Pembinaan dan pengawasan nonteknis perumahsakitan yang melibatkan unsur masyarakat dapat dilakukan secara internal dan eksternal.
(2)Pembinaan dan pengawasan secara internal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Dewan Pengawas Rumah Sakit.
(3)Pembinaan dan pengawasan secara eksternal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia.
Bagian Kedua
Dewan Pengawas Rumah Sakit
Pasal 56
(1)Pemilik Rumah Sakit dapat membentuk Dewan Pengawas Rumah Sakit.
(2)Dewan Pengawas Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan suatu unit nonstruktural yang bersifat independen dan bertanggung jawab kepada pemilik Rumah Sakit.
(3)Keanggotaan Dewan Pengawas Rumah Sakit terdiri dari unsur pemilik Rumah Sakit, organisasi profesi, asosiasi perumahsakitan, dan tokoh masyarakat.
(4)Keanggotaan Dewan Pengawas Rumah Sakit berjumlah maksimal 5 (lima) terdiri dari 1 (satu) orang ketua merangkap anggota dan 4 (empat) orang anggota.
(5)Dewan Pengawas Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas :
a.menentukan arah kebijakan Rumah Sakit;
b.menyetujui dan mengawasi pelaksanaan rencana strategis;
c.menilai dan menyetujui pelaksanaan rencana anggaran;
d.mengawasi pelaksanaan kendali mutu dan kendali biaya;
e.mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban pasien;
f.mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban Rumah Sakit; dan
g.mengawasi kepatuhan penerapan etika Rumah Sakit, etika profesi, dan peraturan perundang-undangan;
(6)Ketentuan lebih lanjut mengenai Dewan Pengawas Rumah Sakit diatur dengan Peraturan Menteri
Bagian Ketiga
Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia
Pasal 57
(1)Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia yang ditetapkan oleh Menteri.
(2)Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia bertanggung jawab kepada Menteri.
(3)Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia merupakan unit nonstruktural di Kementerian yang bertanggung jawab dibidang kesehatan dan dalam menjalankan tugasnya bersifat independen.
(4)Keanggotaan Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia berjumlah maksimal 5 (lima) orang terdiri dari 1 (satu) orang ketua merangkap anggota dan 4 (empat) orang anggota.
(5)Keanggotaan Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia terdiri dari unsur pemerintah, organisasi profesi, asosiasi perumahsakitan, dan tokoh masyarakat.
(6)Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia dalam melaksanakan tugasnya dibantu sekretariat yang dipimpin oleh seorang sekretaris.
(7)Biaya untuk pelaksanaan tugas-tugas Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia dibebankan kepada anggaran pendapatan dan belanja negara.
Pasal 58
Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia bertugas:
a.membuat pedoman tentang pengawasan Rumah Sakit untuk digunakan oleh Badan Pengawas Rumah Sakit Provinsi;
b.membentuk sistem pelaporan dan sistem informasi yang merupakan jejaring dari Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia dan Badan Pengawas Rumah Sakit Provinsi; dan
c.Melakukan analisis hasil pengawasan dan memberikan rekomendasi kepada Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk digunakan sebagai bahan pembinaan.
Pasal 59
(1)Badan Pengawas Rumah Sakit dapat dibentuk di tingkat provinsi oleh Gubernur dan bertanggung jawab kepada Gubernur.
(2)Badan Pengawas Rumah Sakit Provinsi merupakan unit nonstruktural pada Dinas Kesehatan Provinsi dan dalam menjalankan tugasnya bersifat independen.
(3)Keanggotaan Badan Pengawas Rumah Sakit Provinsi terdiri dari unsur pemerintah, organisasi profesi, asosiasi perumahsakitan, dan tokoh masyarakat.
(4)Keanggotaan Badan Pengawas Rumah Sakit Provinsi berjumlah maksimal 5 (lima) terdiri dari 1 (satu) orang ketua merangkap anggota dan 4 (empat) orang anggota.
(5)Biaya untuk pelaksanaan tugas-tugas Badan Pengawas Rumah Sakit Provinsi dibebankan kepada anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Pasal 60
Badan Pengawas Rumah Sakit Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) bertugas :
a.mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban pasien di wilayahnya;
b.mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban Rumah Sakit di wilayahnya;
c.mengawasi penerapan etika Rumah Sakit, etika profesi, dan peraturan perundang-undangan;
d.melakukan pelaporan hasil pengawasan kepada Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia;
e.melakukan analisis hasil pengawasan dan memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Daerah untuk digunakan sebagai bahan pembinaan; dan
f.menerima pengaduan dan melakukan upaya penyelesaian sengketa dengan cara mediasi.
Pasal 61
Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia dan Badan Pengawas Rumah Sakit Provinsi diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 62
Setiap orang yang dengan sengaja menyelenggarakan Rumah Sakit tidak memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00- (lima milyar rupiah).
Pasal 63
(1)Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 dilakukan oleh korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62.
(2)Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:
a.pencabutan izin usaha; dan/atau
b.pencabutan status badan hukum.
BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 64
(1)Pada saat Undang-Undang ini berlaku, semua Rumah Sakit yang sudah ada harus menyesuaikan dengan ketentuan yang berlaku dalam Undang-Undang ini, paling lambat dalam jangka waktu 2 (dua) tahun setelah Undang-Undang ini diundangkan.
(2)Pada saat undang-undang ini berlaku, Izin penyelenggaraan Rumah Sakit yang telah ada tetap berlaku sampai habis masa berlakunya.
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 65
Pada saat diundangkannya Undang-Undang ini berlaku semua peraturan perundang-undangan yang mengatur Rumah Sakit tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini.
Pasal 66
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 28 Oktober 2009
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 28 Oktober 2009
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
PATRIALIS AKBAR
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 153
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT NEGARA RI
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,
Wisnu Setiawan

Selasa, 19 Juli 2011

Jejaring RSBM Se-Kecamatan Harjamukti

Jejaring RSBM yang dilaksanakan di Puskesmas Kalitanjung bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan dimana kaum perempuan yang sangat rentan untuk terjadinya kanker serviks. menurut dr. Eka (Sp.Obgyn) pengenalan lebih dini akan membantu untuk tidak terjadinya kancer serviks tersebut. Dalam pertemuan Jejaring RSBM itu dihadiri oleh Ka Bid Yankes dr. Hj. Lelan Erwani dan seluruh perwakilan dari Puskesmas Se Kecamatan Harjamukti, hadir juga Koordinator Kampung Siaga Bapak H. Yaumin. Selain dari dokter spesialis Obgyn, pembicara yang lain yaitu dari dokter spesialis anak (dr.Hj. Atikah M.Kes, Sp.A) dari RS Pelabuhan Cirebon yang merupakan dokter RSBM Puskesmas Gunungsari dan Puskesmas Jagasatru. Materi yang disampaikan pada pertemuan kali ini yaitu "Tatalaksana Diare Terkini" dan "Infeksi Saluran Napas pada Anak". Semoga apa yang disampaikan beliau bermanfaat bagi kita semua.

Rabu, 13 Juli 2011

Penilaian Puskesmas Berprestasi dan Cibiran

Kontroversi penilaian Puskesmas Berprestasi.
Banyak Cibiran yang dilontarkan terhadap Puskesmas Kalitanjung, yang seyogyanya cibiran itu tidak terjadi, apalagi cibiran yang datangnya dari orang yang dianggap mempunyai kebijakan dalam bidang kesehatan. Apa sadar atau tidak itu membuat Puskesmas semakin yakin kalau kita bisa "BUKAN MERUPAKAN SUATU MUKZIZAT BILA NANTI MENANG" "ITU ADALAH PERJUANGAN YANG HARUS KITA PERJUANGKAN BERSAMA". Terima kasih atas kerjasamanya seluruh Karyawan dan Karyawati Puskesmas Kalitanjung 'KITA TERUS MAJU"
Apapun halangannnya kita terus jalani walaupun terasa sekam di kelopak mata.......

Kamis, 07 Juli 2011

Pertolongan Pertama Pada Luka Bakar

Sebelum bicara lebih jauh tentang luka bakar, ada baiknya kita mengenal terlebih dahulu apa itu kulit, organ yang paling menderita saat luka bakar.
Kulit merupakan organ yang sangat penting dalam mengatur keseimbangan cairan dan suhu tubuh. Jika oleh karena suatu sebab kulit mengalami cidera maka fungsi fungsi tersebut akan mengalami gangguan. Disamping itu, kulit juga bertindak sebagai dinding pertahahan tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus dari dunia luar.
Anatomi kulit sangat komplek dan terdiri dari berbagai struktur yang berlapis lapis. Tetapi secara umum dibagi menjadi 3 lapisan yaitu :
  1. Epidermis, lapisan terluar dari kulit manusia.
  2. Dermis, lapisan kulit yang terdiri dari kolagen dan serat elastis, tempat bersemayamnya sel sel saraf, pembuluh darah, kelenjar keringat dan folikel rambut.
  3. Hipodermis atau jaringan subkutan, lapisan kulit tempat bersemayamnya pembuluh darah besar dan sel sel saraf. Lapisan ini memegang peranan penting dalam pengaturan suhu tubuh.
Jadi, kerusakan yang diakibatkan oleh luka bakar nantinya terggantung pada lokasi luka, dalamnya luka dan seberapa luas permukaan tubuh yang terimbas.
Bagaimana sih klasifikasi luka bakar?
Luka bakar diklasifikasikan berdasarkan kedalaman lukanya.
Luka bakar derajat satu. Luka bakar derajat satu hanya mengenai lapisan luar kulit yang menimbulkan peradangan lokal pada daerah tersebut. Sunburn sering dimasukan dalam klasifikasi luka bakar ini. Peradangan yang terjadi ditandai dengan rasa nyeri, kemerahan dan pembengkakan ringan. Kulit terasa sangat perih atau nyeri saat disentuh.
Luka bakar derajat dua. Luka bakar mengenai kulit yang lebih dalam dan menimbulkan rasa sakit, kemerahan dan inflamasi yang lebih parah. Kulit juga tampak melepuh.
Luka bakar derajat tiga. Luka bakar yang sangat dalam dan mengenai ketiga lapisan kulit. Kulit pada daerah luka bakar juga akan mati. Karena saraf dan pembuluh darah juga rusak maka luka bakar derajat tiga akan tampak keputihan, keras dan relatif tidak sakit.
Uniknya, luka bakar mengalami suatu proses yang dinamis artinya bisa saja saat ini luka bakar derajat satu tapi besoknya sudah berkembang menjadi derajat dua. Hal yang sama juga dapat terjadi pada luka bakar derajat dua yang dapat berkembang menjadi derajat tiga.
Pada semua derajat luka bakar, proses peradangan atau inflamasi dan akumulasi cairan akan terjadi semenjak awal terjadinya luka bakar. Seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa salah satu fungsi kulit adalah sebagai dinding pelindung terhadap infeksi maka saat luka bakar, rusaknya kulit akan menyebabkan tubuh rentan kemasukan kuman.
Hanya lapisan epidermis kulit yang mampu mengalami proses regenerasi yang baik sementara bila luka bakar mengenai lapisan kulit yg lebih dalam maka akan menyebabkan kecacatan permanen dan jaringan parut yg pasti menganggu fungsi kulit.
Tubuh bagian mana sih yang paling parah bila kena luka bakar?
Selain dalamnya luka bakar, luasnya daerah luka juga penting artinya. Luas luka bakar dan lokasi luka pada tubuh diukur dengan prosentase. Pengukuran ini disebut rule of nines dan pada bayi dan anak anak dilakukan beberapa modifikasi. Rule of nines membagi tubuh manusia dewasa dalam beberapa bagian dan setiap bagian dihitung 9%.
  • Kepala = 9%
  • Dada bagian depan = 9%
  • Perut bagian depan = 9%
  • Punggung = 18%
  • Setiap tangan = 9%
  • Setiap telapak tangan = 1%
  • Selangkangan = 1%
  • Setiap kaki = 18%
Misal, jika luka bakar mengenai kedua kaki (18% x 2 = 36%), selangkangan (1%), dada depan dan perut depan maka total luasnya luka bakar adalag 55%.
Hanya luka bakar derajat dua dan tigalah yang dihitung menggunakan rule of nine, sementara luka bakar derajat satu tidak dimasukan sebab permukaan kulit relatif bagus sehingga fungsi kulit sebagai regulasi cairan dan suhu masih baik.
Jika luas luka bakar lebih dari 15 – 20% maka tubuh telah mengalami kehilangan cairan yang cukup signifikan. Jika cairan yang hilang tidak segera diganti maka pasien dapat jatuh ke kondisi syok atau renjatan.
Perhitungan penggantian cairan per infus adalah sebagai berikut.
  • 4cc/KgBB/% luka bakar = kebutuhan cairan permulaan dalam 24 jam yang setengahnya diberikan pada 8 jam pertama.
Semakin luas atau besar prosentase luka bakar maka resiko kematian juga semakin besar. Pasien dengan luka bakar dibawah 20% biasanya akan sembuh dengan baik, sebaliknya mereka yang mengalami luka bakar lebih dari 50% akan menghadapi resiko kematian yang tinggi.
Seberapa pentingkah lokasi luka bakar?
Lokasi luka bakar pada tubuh sangat penting artinya.
Jika luka bakar mengenai wajah, hidung, mulut atau leher maka peradangan yang terjadi dapat menganggu kelancaran jalan nafas sehingga menimbulkan masalah pernafasan.
Jika luka bakar melingkar pada dada lalu karena proses luka bakarnya menyebabkan jaringan otot otot dada terhambat gerakannya maka proses pergerakan dada saat bernafas akan terganggu.
Jika luka bakar melingkar pada tangan, kaki, jari jemari tangan atau kaki maka dapat terjadi kerusakan pembuluh darah sehingga aliran darah ke bagian ujung organ tersebut akan bermasalah.
Jika luka bakar mengenai persendian tangan atau kaki, bila penanganan tidak bagus maka ketika sembuh kecacatan yang terjadi akan menganggu pergerakan sendi tersebut.
Apa saja yang harus dilakukan saat menghadapi orang dengan kena luka bakar?
Untuk luka bakar luas (derajat dua dan tiga)
  1. Pindahkan korban dari daerah kebakaran. Ingat untuk tetap menjaga keselamatan diri sendiri.
  2. Bersihkan korban dari semua material yang terbakar dari tubuhnya.
  3. Telepon ambulance terdekat untuk memindahkan korban ke rumah sakit terdekat.
  4. Saat korban telah berada di daerah aman, usahakan korban tetap dalam keadaan nyaman dan jangan banyak bergerak. Jika tersedia, bersihkan daerah luka bakar dengan kasa bersih. Jangan coba coba menyiram atau mengompress korban dengan air dingin sebab sangat berbahaya dan dapat menyebabkan hipotermi.
Luka bakar pada daerah wajah, tangan dan kaki harus selalu diwaspadai sebagai luka bakar berat meskipun hanya disebabkan oleh terbakar sinar matahari.
Untuk luka bakar ringan (derajat satu atau derajat dua dengan luas area yang kecil)
  • Bersihkan luka dengan air hangat suam suam kuku.
  • Jangan gunakan pasta gigi, kopi mentega atau yang sejenisnya untuk mengobati luka bakar.
  • Cincin, kalung dan semua benda yang tidak penting sebaiknya disingkirkan.
  • Untuk luka bakarnya dapay diolesi salep antibiotika.
  • Jika luka bakar dicurigai agak dalam dan berbahaya segeralah ke dokter.
  • Bila perlu, vaksinasi tetanus dapat diberikan.